Pengertian Job Insecurity Menurut Para Ahli
Menurut Smithson dan Lewis (2002, p1-15) job insecurity adalah kondisi psikologis karyawan yang menunjukkan rasa bingung atau merasa tidak aman dikarenakan kondisi lingkungan yang berubah-ubah. Kondisi ini muncul karena banyaknya jenis pekerjaan yang bersifat kontrak atau sementara. Makin banyak jenis pekerjaan dengan durasi waktu yang sementara, menyebabkan semakin banyaknya karyawan yang mengalami job insecurity. Definisi job insecurity juga sering menggabungkan konsep ketidakberdayaan untuk mengurangi rasa tidak aman, menurut Rogelberg (2007, p416).
Menurut Salmon dan Heery (2000) dalam Bryson dan Harvey (2002, p28) karyawan akan mengalami rasa tidak aman (Job insecurity) yang makin meningkat karena ketidakstabilan terhadap status kepegawaian mereka dan tingkat pendapatan yang makin tidak bisa diramalkan. Dengan berbagai perubahan yang terjadi dalam perusahan, karyawan sangat mungkin merasa terancam, gelisah, dan tidak aman karena potensi perubahan untuk mempengaruhi kondisi kerja dan kelanjutan hubungan serta balas jasa yang diterima dari perusahaan.
Dapat ditarik kesimpulan bahwa job insecurity adalah suatu ketidakberdayaan untuk menjamin kesinambungan dari suatu pekerjaan atau komponen-komponennya pada saat keadaan pekerjaan itu terancam, dan menimbulkan rasa ketidakamanan pada para karyawan, atau rasa tidak aman yang dirasakan oleh karyawan.
Job insecurity diukur berdasarkan komponen-komponen yang dikemukakan Greenhalgh dan Rosenblatt dan Ashford, et al. dalam Pasewark dan Strawser (2002, p91-113) yaitu: (1) tingkat pentingnya aspek-aspek pekerjaan yang dirasakan individu, (2) kemungkinan perubahan negatif pada aspek-aspek kerja tersebut bagi individu, (3) tingkat kepentingan yang dirasakan individu mengenai potensi setiap peristiwa yang secara negatif dapat mempengaruhi keseluruhan kerja individu, (4) kemungkinan munculnya peristiwa-peristiwa tersebut yang secara negatif dapat mempengaruhi keseluruhan kerja individu, dan (5) ketidakberdayaan yang dirasakan individu.
Untuk masalah keterikatan kontrak, di Indonesia sudah banyak perundang-undangan yang mengatur akan masalah kontrak tersebut. Seperti yang dimuat oleh Jimmy Joses Sembiring (2010, p78), pasal 59 ayat 1-4 mengatur segala sesuatu mengenai pekerjaan dan karyawan yang bersifat kontrak atau sementara. Di dalam ayat tersebut dikemukakan bahwa pekerjaan yang bersifat sementara adalah pekerjaan yang sekali selesai, pengerjaannya paling lama 3 tahun, pekerjaan musiman, dan pekerjaan untuk memperkenalkan produk baru. Dan ayat selanjutnya dijelaskan bahwa perjanjian kerja waktu tertentu yang didasarkan atas jangka waktu tertentu dapat diadakan untuk paling lama 2 tahun dan hanya boleh diperpanjang 1 kali untuk jangka waktu paling lama 1 tahun. Dari asas pasal tersebut, sangat terlihat jelas bahwa karyawan yang bersifat kontrak akan memiliki suatu hambatan psikologis mengenai keamanan pekerjaan mereka.
Menurut Suhartono (2007, p61-64) beberapa hal yang menjadi masalah dalam job insecurity antara lain :
· Kondisi pekerjaan, yang dimaksud adalah segala sesuatu yang ada di sekitar individu yang dimaksud, baik itu berinteraksi langsung maupun tidak langsung dengan pekerja yang bersangkutan. Hal ini meliputi :
1. Lingkungan kerja. Masalah seringkali timbul karena pekerja merasa tidak nyaman dengan lingkungannya, seperti bekerja di tempat yang tidak nyaman, panas, sirkulasi udara kurang memadai, ruangan kerja sangat padat, lingkungan kurang bersih, dan sebagainya.
2. Overload. Kelebihan beban kerja akan mengakibatkan kita mudah lelah dan berada dalam tegangan tinggi. Overload dibedakan menjadi dua yaitu overload secara kuantitatif dan secara kualitatif. Overload kuantitatif adalah jika pekerjaan yang kita terima dan ditargetkan, melebihi kapasitas yang kita miliki, sedang overload secara kualitatitif adalah suatu pekerjaan yang kita terima sangat kompleks dan sulit, sehingga dapat menyita kemampuan teknis dan pikiran.
3. Deprivational stress. Yaitu suatu kondisi pekerjaan yang sudah tidak menantang dan tidak mendatangkan motivasi bagi pekerjanya. Gejala yang tampak adalah keluhan-keluhan yang muncul dari karyawan.
4. Pekerjaan beresiko tinggi. Pekerjaan-pekerjaan yang beresiko tinggi dan berbahaya bagi keselamatan, seperti bekerja di pertambangan minyak, listrik, dan sebagainya, dapat menimbulkan perasaan tidak nyaman dan kekhawatiran yang berlebihan akan masalah kecelakaan yang setiap saat dihadapi oleh karyawan.
· Konflik Peran. Masalah lain yang timbul adalah ketidak jelasan peran dalam bekerja sehingga tidak tahu apa yang diharapkan manajemen dari diri karyawan tersebut. Masalah ini sering timbul pada karyawan yang bekerja di perusahaan besar, yang kurang memiliki struktur yang jelas. Akibat dari konflik ini adalah menimbulkan ketidak puasan, ketegangan, menurunnya prestasi kerja, hingga keluarnya karyawan oleh keinginan mereka sendiri.
· Pengembangan Karir. Ketidakjelasan sistem pengembangan karier, penilaian prestasi kerja, budaya nepotisme dalam manajemen perusahaan atau karena tidak adanya kesempatan untuk naik jabatan dan mendapatkan promosi, seringkali menimbulkan suatu kecemasan, rasa bosan, dan dismotivasi sehingga karyawan tidak produktif lagi.
· Locus of Control, mencerminkan tingkat kepercayaan individu mengenai kemampuannya untuk mempengaruhi kejadian-kejadian yang berhubungan dengan kehidupannya. Individu dengan pandangan pusat pengendalian eksternal percaya bahwa kekuatan lingkungan yang menentukan nasibnya dan sedikit kemampuan dirinya untuk mempengaruhi kejadian tersebut. Sebaliknya, individu dengan pandangan pusat pengendalian internal percaya bahwa dengan kemampuan mereka, mereka dapat mempengaruhi lingkungannya. Pengendalian ekstrernal merasa bahwa ancaman kemanan pekerjaan mereka sangat tinggi, sebaliknya pengendalian internal merasa kurangnya masalah dalam keamanan pekerjaan mereka.
0 komentar:
Posting Komentar