Pages - Menu

Pengertian Loyalitas Nasabah Menurut Para Ahlinya

Pengertian Loyalitas Nasabah Menurut Para Ahlinya
Perubahan lingkungan ekonomi yang berdampak pada proses keputusan beli nasabah. Daya beli konsumen yang menurun tajam telah mengondisikan konsumen pada situasi yang lebih terbatas menyangkut pilihan produk yang diinginkannya. Meskipun pemasar sudah memiliki segmen nasabah yang dianggap loyal, namun tekanan-tekanan persaingan yang gencar yang sengaja diarahkan untuk mengubah loyalitas nasabah, tidak dapat diabaikan karena akan berlanjut dengan perpindahan merek.

Dalam jangka panjang, loyalitas nasabah menjadi tujuan bagi perencanaan pasar strategik dijadikan dasar pengembangan keunggulan kompetitif yang berkelanjutan. Dalam lingkungan persaingan global yang semakin ketat dengan masuknya produk-produk inovatif ke pasaran di satu sisi, dan kondisi pasar yang jenuh untuk produk-produk tertentu di sisi lain, maka tugas mengelola loyalitas nasabah menjadi tantangan manajerial yang tidak ringan.

Loyalitas nasabah akan menjadi kunci sukses, tidak hanya dalam jangka pendek, tetapi keunggulan bersaing yang berkelanjutan. Hal ini karena loyalitas nasabah memiliki nilai strategis bagi perusahaan, lihat suksesnya IBM, Cola, Singapore Airlines, Xerox, dan sejumlah merek lain tidak terlepas dari ikatan yang kuat dari nasabahnya, yaitu loyalitas.

Nasabah yang loyal karena puas dan ingin meneruskan hubungan pembelian, loyalitas nasabah merupakan ukuran kedekatan nasabah pada sebuah merek, nasabah menyukai merek, merek menjadi top of mind (merek pertama yang muncul) jika mengingat sebuah kategori produk, komitmen merek yang mendalam memaksa preferensi pilihan untuk melakukan pembelian, membantu nasabah mengindentifikasi perbedaan mutu, sehingga ketika berbelanja akan lebih efisien. Argumentasi ini memperkuat dan menjadi penting bagi nasabah untuk melakukan pembelian ulang.

Loyalitas nasabah merupakan perilaku yang terkait dengan merek sebuah produk, termasuk kemungkinkan memperbarui kontrak di masa yang akan datang, berapa kemungkinan nasabah mengubah dukungannya terhadap merek, berapa kemungkinan keinginan nasabah untuk meningkatkan citra positif suatu produk. Jika produk tidak mampu memuaskan nasabah, nasabah akan bereaksi dengan cara exit (nasabah menyatakan berhenti membeli merek atau produk) dan voice (nasabah menyatakan ketidakpuasan secara langsung pada perusahaan).

Menurut Subagyo (2010 : 13) berpendapat bahwa : “Loyalitas nasabah merupakan pembelian ulang sebuah merek secara konsisten oleh nasabah.”

Istilah loyalitas sudah sering diperdengarkan oleh pakar marketing maupun praktisi bisnis, loyalitas merupakan konsep yang tampak mudah dibicarakan dalam konteks sehari-hari, tetapi menjadi lebih sulit ketika dianalisis maknanya. Menurut Hasan (2008 : 81) dalam banyak literatur mengemukakan definisi loyalitas sebagai berikut :
1. Sebagai konsep generik, loyalitas merek menunjukkan kecenderungan konsumen untuk membeli sebuah merek tertentu dengan tingkat konsistensi yang tinggi.
2. Sebagai konsep perilaku, pembelian ulang kerap kali dihubungkan dengan loyalitas merek (brand loyalty). Perbedaannya, bila loyalitas merek mencerminkan komitmen psikologis terhadap merek tertentu, perilaku pembelian ulang menyangkut pembelian merek yang sama secara berulang.
3. Pembelian ulang merupakan hasil dominan perusahan (a) berhasil membuat produknya menjadi satu-satunya alternatif yang tersedia, (b) yang terus-menerus melakukan promosi untuk memikat dan membujuk nasabah membeli kembali merek yang sama.”

Selanjutnya Dick dan Basu dalam Umar (2003 : 16) mengemukakan bahwa : "Loyalitas nasabah sebagai komitmen nasabah terhadap suatu merek dan pemasok, berdasarkan sikap yang positif dan tercermin dalam pembelian ulang yang konsisten." 

Loyalitas nasabah terhadap merek merupakan salah satu dari aset merek, yang menunjukkan mahalnya nilai sebuah loyalitas, karena untuk membangunnya banyak tantangan yang harus dihadapi serta membutuhkan waktu yang sangat lama. Lebih lanjut dijelaskan bahwa loyalitas nasabah bagi perusahaan antara lain : 

1. Mengurangi biaya pemasaran
Nasabah setia dapat mengurangi biaya pemasaran. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa biaya untuk mendapatkan nasabah baru enam kali lebih besar dibandingkan dengan biaya untuk mempertahankan nasabah yang ada. Biaya iklan dan bentuk-bentuk promosi lain dikeluarkan dalam jumlah besar, belum tentu dapat menarik nasabah baru, karena tidak gampang membentuk sikap positif terhadap merek.

2. Trade leverage
Loyalitas terhadap merek menyediakan trade leverage bagi perusahaan. Sebuah produk dengan merek yang memiliki nasabah serta akan menarik para distributor untuk memberikan ruang yang lebih besar dibandingkan dengan merek lain di toko yang sama. Merek yang memiliki citra kualitas tinggi, akan memaksa konsumen membeli secara berulang-ulang merek yang sama bahkan mengajak konsumen lain untuk membeli merek tersebut.

3. Menarik nasabah baru
Nasabah yang puas dengan merek yang dibelinya dapat memengaruhi konsumen lain. Nasabah yang tidak puas akan menyampaikan ketidakpuasannya kepada 8 hingga 10 orang. Sebaliknya, bila puas akan menceritakan bahkan merekomendasikan kepada orang lain untuk memilih produk yang telah memberikan kepuasan.

4. Merespon ancaman pesaing
Loyalitas terhadap merek memungkinkan perusahaan memiliki waktu untuk merespon tindakan-tindakan yang dilakukan oleh pesaing. Jika pesaing mengembangkan produk yang lebih superior, perusahaan memiliki kesempatan untuk membuat produk yang lebih baik dalam jangka waktu tertentu, karena bagi pesaing relatif sulit untuk memengaruhi nasabah-nasabah yang setia. Mereka butuh waktu yang relatif lama. Karena pentingnya loyalitas nasabah, maka loyalitas nasabah terhadap merek dianggap sebagai aset perusahaan dan berdampak besar terhadap pangsa pasar serta profitabilitas perusahaan.

5. Nilai kumulatif bisnis berkelanjutan
Upaya mempertahankan (retensi) nasabah dan loyal pada produk perusahaan sepanjang customer lifetime value, dengan cara menyediakan produk yang konstan dibutuhkan secara teratur dengan harga per unit yang lebih rendah.

6. Word of mouth communication
Nasabah yang memiliki loyalitas terhadap produk akan bersedia bercerita hal-hal baik (positive word of mouth) tentang perusahaan dan produknya kepada orang lain, teman dan keluarga yang jauh persuasif daripada iklan.

Loyalitas terhadap merek melibatkan fungsi dari proses-proses psikologis yang menunjukkan bahwa ketika nasabah loyal terhadap merek-merek tertentu, nasabah secara aktif akan memilih merek, terlibat dengan merek dan mengembangkan sikap positif terhadap merek.

Kini konsep loyalitas nasabah yang dalam perkembangan awalnya lebih menitik beratkan pada aspek perilaku, dikembangkan lebih luas lagi dengan melibatkan sikap dan perilaku. Loyalitas dipandang sebagai hubungan erat antara sikap relatif dengan perilaku pembelian ualng. Pandangan amat bermanfaat bagi pemasar. Pertama dari segi validitas dapat digunakan untuk memprediksi apakah loyalitas yang terlihat dari perilaku pembelian ulang terjadi karena memang sikapnya yang positif (senang) terhadap produk tersebut ataukah hanya karena situasi tertentu yang memaksanya (spurious loyalty). Kedua, memungkinkan pemasar melakukan identifikasi terhadap faktor yang dapat menguatkan atau melemahkan konsisten loyalitas.

Karakteristik Loyalitas 
Pada awal perkembangannya loyalitas nasabah lebih dikaitkan dengan perilaku. Ini dapat dilihat dari teori belajar tradisional (classical dan intrumental conditioning) yang cenderung melihat loyalitas dari aspek perilaku. Konsumen dianggap mempunyai loyalitas terhadap suatu merek tertentu jika ia telah membeli merek yang sama tersebut sebanyak tiga kali berturut-turut. Kendalanya adalah kesulitan dalam membedakan antara yang benar-benar setia dengan yang palsu meskipun perilakunya sama.

Hampir sama dengan konsep loyalitas dari teori belajar tradisional, Jacoby dan Kynes dalam Suryani (2008 : 148) menyatakan loyalitas nasabah mempunyai empat unsur karakteristik, yaitu : 
1. Dipandang sebagai kejadian non random. Maksudnya adalah apabila nasabah mengetahui manfaat dari merek-merek tertentu dan manfaat ini sesuai dengan kebutuhannya, maka dapat dipastikan ia akan setia terhadap merek tersebut.

2. Loyalitas terhadap merek merupakan respon perilaku yang ditunjukkan sepanjang waktu selama memungkinkan. Respon perilaku ini menggambarkan adanya komitmen atau keterlibatan terhadap merek tertentu sepanjang waktu. Dalam hal ini apabila konsumen memandang merek tersebut memiliki arti penting bagi dirinya, biasanya jenis produk yang berhubungan dengan konsep diri, maka kesetiaan akan menjadi lebih kuat.

3. Loyalitas terhadap merek dikarakteristikkan dengan adanya proses pengambilan keputusan yang melibatkan alternatif-alternatif merek yang tersedia. Konsumen memiliki looked set, yaitu merek-merek tertentu yang turut diperhitungkan berkaitan dengan keputusan pembelian. Dengan demikian tidak menutup kemungkinan konsumen akan loyal terhadap lebih dari satu merek dalam satu jenis produk.

Tingkatan Loyalitas Nasabah
Proses seorang nasabah menjadi nasabah yang loyal terhadap perusahaan terbentuk melalui beberapa tahapan. Menurut Hurriyati (2005 : 132), adapun tingkatan tahapan loyalitas menurut beberapa pendapat para ahli dapat diuraikan dibawah ini :

1. Tahapan Loyalitas menurut Niegel Hill
Menurut Niegel Hill (1996 : 60) loyalitas nasabah dapat dibagi menjadi enam tahapan yaitu : Suspect, prospect, customer, clients, advocates dan partners. Tahapan-tahapan tersebut dapat dijelaskan dibawah ini :

a. Suspect
Meliputi semua orang yang diyakini akan membeli (membutuhkan) barang/jasa, tetapi belum memiliki informasi tentang barang dan jasa perusahaan.

b. Prospect
Adalah orang-orang yang memiliki kebutuhan akan jasa tertentu, dan mempunyai kemampuan untuk membelinya. Pada tahap ini, meskipun mereka belum melakukan pembelian tetapi telah mengetahui keberadaan perusahaan dan jasa yang ditawarkan melalui rekomendasi pihak lain (word of mouth).

c. Customer
Pada tahap ini, nasabah sudah melakukan hubungan transaksi dengan perusahaan, tetapi tidak mempunyai perasaan positif terhadap perusahaan, loyalitas pada tahap ini belum terlihat.

d. Clients
Meliputi semua nasabah yang telah membeli barang/jasa yang dibutuhkan dan ditawarkan perusahaan secara teratur, hubungan ini berlangsung lama dan mereka telah memiliki sifat retention.

e. Advocates
Pada tahap ini, Clients secara aktif mendukung perusahaan dengan memberikan rekomendasai kepada orang lain agar mau membeli barang/jasa diperusahaan tersebut 

f. Partners
Pada tahap ini telah terjadi hubungan yang kuat dan saling menguntungkan antara perusahaan dengan nasabah, pada tahap ini pula nasabah berani menolak produk/jasa dari perusahaan lain.

2. Tahapan Loyalitas Menurut Hermawan Kertajaya
Kartajaya (2003 : 100) membagi tahapan loyalitas nasabah kedalam lima tingkatan mulai dari terrorist customer sampai advocator customer, lebih jelasnya tingkatan tersebut adalah sebagai berikut :
a. Terrorist Customer, adalah nasabah yang suka menjelek-jelekkan merek perusahaan dikarenakan tidak suka atau pernah tidak puas dengan layanan yang diberikan perusahaan. Nasabah seperti ini bersikap seperti terroris yang suka menyusahkan perusahaan.

b. Transactional customer, yaitu nasabah yang memiliki hubungan dengan perusahaan yang sifatnya sebatas transaksi, nasabah seperti ini membeli satu atau dua kali, sesudah itu dua tidak mengulangi pembeliannya, atau apabila melakukan pembelian lagi sifatnya kadang-kadang. Nasabah yang memiliki sifat seperti ini mudah datang dan pergi karena tidak memiliki relationship yang baik dengan produk/merek perusahaan, basis relationship-nya adalah transaksional.

c. Relationship customer, dimana tipe nasabah ini nilai ekuitasnya lebih tinggi dibanding dua jenis nasabah di atas, nasabah jenis ini telah melakukan repeat buying dan pola hubungannya dengan produk atau merek perusahaan adalah relasional.

d. Loyal customer, nasabah jenis ini tidak hanya melakukan repeat buying, tapi lebih jauh lagi sangat loyal dengan produk dan merek perusahaan. Bila ada orang lain yang menjelekkan perusahaan, nasabah ini tetap bertahan, dia tetap bersama perusahaan seburuk apapun orang menjelekkan perusahaan.

e. Advocator customer, jenis nasabah yang terakhir adalah advocator customer, nasabah dengan tingkatan tertinggi, nasabah semacam ini sangat istimewa dan excellent, mereka menjadi aset terbesar perusahaan bila perusahaan memilikinya. Advocator customer adalah nasabah yang selalu membela produk dan merek perusahaan, nasabah yang menjadi juru bicara yang baik kepada nasabah lain dan nasabah yang marah apabila ada orang lain menjelek-jelekkan merek perusahaan.

3. Tingkatan nasabah menuju loyalitas menurut Syafruddin Chan
Tingkatan nasabah menuju loyalitas menurut Chan (2003 : 24) dibagi menjadi empat tahapan, yaitu :
a. Emas (Gold) merupakan kelompok nasabah yang memberikan keuntungan terbesar kepada perusahaan. Biasanya kelompok ini adalah Heavy user yang selalu membeli dalam jumlah yang besar dan frekuensi pembeliannya tinggi. Mereka tidak sensitive terhadap harga, tidak segan mengeluarkan uang untuk sesuatu yang hanya bisa dinikmati pada masa yang akan datang, mau mencoba sesuatu yang baru yang ditawarkan oleh perusahaan, dan yang paling penting memiliki komitmen untuk tidak berpaling kepada pesaing. Ciri-ciri dari nasabah emas ini adalah :
1) Mereka masih memiliki potensi untuk terus memperbesar sumbangan profitnya bagi perusahaan.
2) Mereka termasuk orang yang mapan, dan cenderung tidak punya masalah dengan keuangannya
3) Mereka cukup pintar, dan sadar bahwa berpindah ke pesaing akan membawa risiko bagi kelangsungan suplai produk atau jasa, maupun kenyamanan yang telah didapatkan selama ini.
4) Jumlah mereka yang banyak, tetapi memiliki peran yang cukup besar dalam menentukan kesuksesan perusahaan.

Untuk mengimbangi adanya nasabah emas tersebut. Perusahaan harus menjalankan langkah-langkah berikut :  1) Siap memberikan pelayanan terbaik yang dimiliki
2) Siap dan responsive memberikan pelayanan purna jual terbaik
3) Siap lebih proaktif memonitor perubahan yang terjadi di pasar dan mem berikan yang terbaik untuk memenuhi kebutuhan yang unik

b. Perak (Silver), kelompok ini masih memberikan keuntungan yang besar walaupun posisinya masih di bawah gold tier. Mereka mulai memperhatikan tawaran potongan harga hal ini dikarenakan mereka cenderung sensitive terhadap harga, mereka pun tidak seloyal gold. Walaupun mereka sebenarnya heavy user, tetapi pemenuhan kebutuhannya diperoleh dari berbagai perusahaan, tergantung penawaran yang lebih baik.

c. Perunggu (Bronze). Kelompok ini paling besar jumlahnya. Mereka adalah kelompok yang spending levelnya relatif rendah. Driver terkuatnya untuk bertransaksi semata-mata didorong oleh potongan harga yang besar, sehingga mereka juga dikenal sebagai kelompok pemburu diskon. Dengan demikian, margin yang diterima perusahaan juga relatif kecil. Akibatnya, perusahaan tidak berpikir untuk memberikan pelayanan premium kepada mereka. Terlepas dari average spending level yang rendah, kelompok ini masih dibutuhkan oleh perusahaan untuk menggenapkan pemenuhan target penjualan tahunan.

d. Besi (iron), adalah kelompok nasabah yang membebani perusahaan, tipe nasabah seperti ini memiliki kecenderungan untuk meminta perhatian lebih besar dan cenderung bermasalah, membuat perusahaan berfikir lebih baik menyingkirkan mereka dari daftar nasabah. Ciri-ciri lain dari nasabah ini adalah sebagai berikut :
1) Potensi profit yang akan didapatkan dari kelompok nasabah ini sangat kecil, dan bahkan tidak ada sama sekali.
2) Mereka memiliki kemungkinan berjuang untuk mengatur pengeluarannya
3) Mereka tidak berpikir jangka panjang. Transaksi yang dilakukan hanya berdasarkan kebutuhan hari ini dan selalu membanding-bandingkan dengan perusahaan pesaing untuk mencari harga yang paling murah.
4) Mereka nasabah yang banyak jumlahnya tetapi paling sedikit nilai transaksinya.
5) Sleeping customer, yang telah memanfaatkan fasilitas perusahaan tetapi tidak melakukan transaksi.

4. Tahapan loyalitas menurut Stanley A. Brown
Menurut Stanley A. Brown (2000 : 58) loyalitas nasabah memiliki tahapan sesuai dengan customer lifetime value. Tahapan tersebut adalah : 

a. The Courtship
Pada tahap ini, hubungan yang terjalin antara perusahaan dengan nasabah terbatas pada transaksi, nasabah masih mempertimbangkan produk dan harga. Apabila penawaran produk dan harga yang dilakukan pesaing lebih baik, maka mereka akan berpindah.

b. The Relationship
Pada tahapan ini tercipta hubungan yang erat antara perusahaan dengan nasabah, loyalitas yang terbentuk tidak lagi didasarkan pada pertimbangan harga dan produk, walaupun tidak ada jaminan konsumen akan melihat produk pesaing, selain itu pada tahap ini terjadi hubungan saling menguntungkan bagi kedua belah pihak. 

c. The Marriage
Pada tahapan ini hubungan jangka panjang telah tercipta dan keduanya tidak dapat dipisahkan, loyalitas terbentuk akibat adanya tingkat kepuasan yang tinggi. Pada tahapan ini nasabah akan terlibat secara pribadi dengan perusahaan dan loyalitas tercipta seiring dengan kepuasan terhadap perusahaan dan ketergantungan nasabah. Tahapan Marriage yang sempurna diterjemahkan kedala advocate costumer yaitu nasabah yang merekomendasikan produk perusahaan kepada orang lain dan memberikan masukan kepada perusahaan apabila terjadi ketidakpuasan

Tahapan loyalitas tersebut sebanding dengan customer life time value. Menurut Chan (2003 : 83) Lifetime value adalah profit yang dihasilkan oleh masing-masing nasabah dalam waktu tertentu. Semakin lama seseorang menjadi nasabah, maka semakin besar value nasabah tersebut bagi perusahaan. Oleh karena itu kebijakan pemasaran yang diterapkan harus dapat mempertahankan nasabah dalam jangka waktu panjang. Life time dapat digunakan sebagai dasar dalam pengambilan kebijakan yang berhubungan dengan penetapan strategi pemasaran.

Strategi yang dilakukan perusahaan kaitannya dengan tahapan loytalitas menurut Stanley (2000 : 69), dibagi menjadi tiga tahap. Tahap pertama adalah customer Acquisition, strategi ini dilakukan ketika konsumen berada pada tingkatan The Fokus utama perusahaan pada tahapan ini adalah mendapatkan nasabah baru dengan cara membuat data base nasabah sebagai acuan mendapatkan nasabah baru, dengan melakukan berbagai riset. Selanjutnya pada tahapan kedua, strategi yang dilakukan perusahaan adalah strategic customer care, yaitu memperhatikan nasabah dengan melakukan berbagai pendekatan dan merancang program khusus untuk merebut kembali nasabah yang telah pergi atau beralih ke pesaing.

5. Tahapan loyalitas menurut Jill Griffin
Sementara itu, Griffin (2002 : 35) membagi tahapan loyalitas nasabah sebagai berikut :

a. Suspects
Meliputi semua orang yang mungkin akan membeli barang/jasa perusahaan tetapi belum tahun apapun mengenai perusahaan dan barang/jasa yang ditawarkan

b. Prospect
Adalah orang-orang yang memiliki kebutuhan akan produk atau jasa tertentu dan mempunyai kemampuan untuk membelinya. Para prospect ini, meskipun mereka belum melakukan pembelian, mereka telah mengetahui keberadaan perusahaan dan barang/jasa yang ditawarkan, karena seseorang telah merekomendasikan barang/jasa tersebut padanya.

c. Disqualified prospects
Yaitu prospects yang telah mengetahui keberadaan barang/jasa tertentu, tetapi tidak mempunyai kebutuhan akan barang/jasa tersebut, atau tidak mempunyai kemampuan untuk membeli barang/jasa tersebut.

d. First time customers
Yaitu nasabah yang membeli untuk pertama kalinya. Mereka masih menjadi nasabah yang baru.

e. Repeat customers
Yaitu nasabah yang telah melakukan pembelian suatu produk sebanyak dua kali atau lebih. Mereka adalah yang melakukan pembelian atas produk yang sama sebanyak dua kali, atau membeli dua macam produk yang berbeda dalam dua kesempatan yang berbeda pula. 

f. Clients
Clients membeli semua barang/jasa yang ditawarkan dan mereka butuhkan. Mereka membeli secara teratur, hubungan dengan jenis nasabah ini sudah kuat dan berlangsung lama, yang membuat mereka tidak terpengaruh oleh produk pesaing. 

g. Advocates
Seperti halnya clients, advocates membeli barang/jasa yang ditawarkan dan yang mereka butuhkan, serta melakukan pembelian secara teratur. Selain itu mereka mendorong teman-teman mereka agar membeli barang/jasa perusahaan tersebut pada orang lain, dengan begitu secara tidak langsung mereka telah melakukan pemasaran untuk perusahaan. 

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Loyalitas Nasabah
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi loyalitas nasabah adalah sebagai berikut :

1. Tarif
Dalam dunia bisnis tarif/harga mempunyai banyak istilah. Sebagai contoh dalam dunia bisnis asuransi tarif disebut bunga, bisnis konsultan dan pialang disebut fee, bisnis indutri manufaktur disebut harga, sedangkan dalam bisnis angkutan dan perhotelan disebut tarif.

Menurut Siswanto, (2009 : 65) mengemukakan bahwa tarif adalah sejumlah uang yang ditentukan perusahaan sebagai imbalan barang atau jasa yang mereka perdagangkan dan (sesuatu yang lain) yang diadakan perusahaan untuk memuaskan keinginan konsumen”. 

Berdasarkan pengertian tersebut di atas bahwa sesuatu yang lain itu dapat berupa kebanggaan memiliki produk yang telah tenar mereknya, jaminan mutu, perasaan aman karena memiliki produk itu, serta perasaan puas. Bagi para produsen untuk membangun ketenaran merek dibutuhkan upaya dan biaya promosi penjualan yang seringkali tidak sedikit jumlahnya. Untuk menciptakan mutu produk yang tinggi dibutuhkan upaya dan biaya riset untuk pengembangan produk.

Menurut menurut Lamb, dkk. Terjemahan (2006 : 268) bahwa: “Tarif merupakan sesuatu yang diserahkan dalam pertukaran untuk mendapatkan suatu barang maupun jasa”. Tarif atau harga adalah pertukaran barang dan jasa. Juga pengorbanan waktu karena menunggu untuk memperoleh barang dan jasa. Misalnya, banyak orang menunggu seharian di kantor tiket penerbangan Southwest. Bahkan kemudian, beberapa orang tidak memperoleh diskon tiket yang mereka harapkan sebelumnya. Harga juga mungkin meliputi “martabat yang hilang” bagi seseorang yang kehilangan pekerjaannya dan harus mengharapkan kemurahan hati orang lain untuk memperoleh makanan dan pakaian.

Oleh karena penetapan harga mempengaruhi pendapatan total dan biaya total, maka keputusan dan strategi penetapan harga memegang peranan penting dalam setiap perusahaan. Sementara itu, dari sudut pandang konsumen, harga seringkali digunakan sebagai indikator nilai bilamana harga tersebut dihubungkan dengan manfaat yang dirasakan atas suatu barang atau jasa.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pada tingkat tarif tertentu, bila manfaat yang dirasakan konsumen meningkat, maka nilainya akan meningkat pula. Demikian pula sebaliknya, pada tingkat tarif tertentu, nilai suatu barang dan jasa akan meningkat seiring dengan meningkatnya manfaat yang dirasakan. Sering pula dalam penentuan nilai suatu barang dan jasa dalam memenuhi kebutuhannya dengan kemampuan barang atau jasa substitusi (sumber literatur).

Gregorius, (2002 : 149) mengatakan bahwa : “Tarif dapat diartikan sebagai jumlah uang (satuan moneter) dan atau aspek lain (non-moneter) yang mengandung utilities/kegunaan tertentu yang diperlukan untuk mendapatkan suatu produk”.

Berdasarkan pengertian tarif yang ditetapkan ini, maka konsumen akan mengambil keputusan apakah dia membeli barang tersebut atau tidak. Konsumen juga menetapkan berapa jumlah yang harus dibeli berdasarkan harga tersebut. Sudah barang tentu keputusan dari konsumen ini tidak hanya didasarkan kepada harga semata-mata, tetapi ada faktor-faktor yang menjadi pertimbangan, misalnya kualitas dari barang, kepercayaan terhadap merek dan sebagainya. Meskipun demikian masalah tarif tak boleh diabaikan oleh perusahaan.

2. Pelayanan
Salah satu cara agar penjualan jasa satu perusahaan lebih unggul dibandingkan para pesaingnya adalah dengan memberikan pelayanan yang berkualitas dan bermutu yang memenuhi tingkat kepentingan konsumen. Tingkat kepentingan konsumen terhadap jasa yang akan mereka terima dapat dibentuk berdasarkan pengalaman dan saran yang mereka peroleh. Konsumen memilih pemberi jasa berdasarkan peringkat kepentingan. Dan setelah menikmati jasa tersebut mereka cenderung akan membandingkannya dengan yang mereka harapkan.

Menurut Soegito (2007 : 152) mengemukakan bahwa: “Pelayanan (service) adalah setiap kegiatan atau manfaat yang dapat diberikan suatu pihak kepada pihak lainnya yang pada dasarnya tidak berwujud dan tidak pula berakibat pemilikan sesuatu dan produksinya dapat atau tidak dapat dikaitkan dengan suatu produk fisik.” 

Sedangkan Barata (2006 : 23) mengemukakan bahwa : “Pelayanan adalah daya tarik yang besar bagi para pelanggan, sehingga korporat bisnis seringkali menggunakannya sebagai alat promosi untuk menarik minat pelanggan.”

Tingkat kualitas pelayanan tidak dapat dinilai berdasarkan sudut pandang perusahan tetapi harus dipandang dari sudut pandang pelanggan. Karena itu, dalam merumuskan strategi dan program pelayanan, perusahaan harus berorientasi pada kepentingan pelanggan dengan memperhatikan komponen kualitas pelanggan. 

3. Promosi (promotion)
Promosi adalah bagian dari bauran pemasaran yang besar peranannya. Promosi merupakan kegiatan-kegiatan yang secara aktif dilakukan perusahaan untuk mendorong konsumen membeli produk yang ditawarkan. Promosi juga dikatakan sebagai proses berlanjut karena dapat menimbulkan rangkaian kegiatan perusahaan yang selanjutnya. Karena itu promosi dipandang sebagai arus informasi atau persuasi satu arah yang dibuat untuk mengarahkan seseorang atau organisasi agar melakukan pertukaran dalam pemasaran. Kegiatan dalam promosi ini pada umumnya adalah periklanan, personal selling, promosi penjualan, pemasaran langsung, serta hubungan masyarakat dan publisitas.

4. Citra
Identitas dan citra perlu dibedakan. Identitas terdiri dari berbagai cara yang diarahkan perusahaan untuk mengidentifikasi dirinya atau memposisikan diri atau produknya. Citra adalah persepsi masyarakat terhadap perusahaan atau produknya (Philip Kotler, 2002: 338). Citra dipengaruhi oleh banyak faktor yang di luar kontrol perusahaan. Fakta banyak citra memiliki kehidupan tersendiri diperlihatkan oleh masalah Nike dalam mempertahankan daya tariknya terhadap pasar anak muda yang berubah-ubah.

Ada enam makna atau tingkat pengertian yang bisa disampaikan kepada konsumen antara lain:

1. Atribut
Suatu merek mengingatkan pada atribut-atribut tertentu. Contoh: Mercedes menyatakan suatu yang mahal, dibuat dengan baik, terancang baik, tahan lama, bergengsi tinggi, cepat dan aman. 

2. Manfaat
Suatu merek lebih dari serangkaian atribut, karena yang dibeli oleh konsumen sesungguhnya adalah manfaat bukannya atribut. Atribut hanya diperlukan untuk diterjemahkan menjadi manfaat fungsional dan emosional.

3. Nilai
Merek juga menyatakan sesuatu tentang nilai produsen. Contoh Mercedes berarti kinerja tinggi, keamanan, gengsi dan kenyamanan.

4. Kepribadian
Merek juga mencerminkan kepribadian tertentu. Jika merek itu merupakan orang, binatang, atau suatu obyek, apa yang akan terpikirkan oleh kita ? Mercedes mencerminkan seorang pemimpin yang masuk akal (orang), singa yang memerintah (binatang), istana yang megah (obyek).

5. Pemakai
Merek menunjukkan jenis konsumen yang membeli atau menggunakan produk tersebut. Misalnya kita akan terkejut bila melihat seorang sekretaris berumur 20 tahun sedang mengendarai Mercedes. Padahal yang diharapkan adalah seorang pimpinan puncak berumur 55 tahun dibelakang kemudi. Pemakainya adalah orang yang menghargai nilai budaya, dan kepribadian produk tersebut. Oleh karena itu, jika suatu perusahaan hanya memperlakukan merek sebagai nama, maka perusahaan tersebut tidak melihat tujuan merek yang sebenarnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar